HIDUP KRISTUS SAJA SUMBER RASA CUKUP KITA
Salah satu problem terbesar dalam diri manusia adalah menyangkut "rasa cukup". Dua kata yang tak mudah diterima begitu saja. Sebab, Alkitab mengatakan bahwa ibadah yang mendatangkan keuntungan besar justru ibadah yang disertai rasa cukup. Sementara dalam kenyataannya, banyak orang menjalankan ibadahnya dengan rasa lapar akan sesuatu yang dapat memberikan "rasa cukup". Memang ada rahasia penting dibalik dua kata ini. Terlebih ketika Paulus menuliskan dalam 1 Timotius 6:8, "Asal ada makanan dan pakaian cukuplah." Wah, mana mungkin?
Seorang anggota jemaat dalam sebuah diskusi di komsel pernah menyatakan bahwa ayat tersebut mungkin sudah tidak bisa diterapkan lagi pada jaman sekarang. Alasannya, kebutuhan hidup manusia sekarang sudah jauh melebihi dari hanya soal makanan dan pakaian. Saya menjawab, dalam konteks jaman sudah pasti kebutuhan manusia akan berbeda, tetapi prinsip dari kebenaran ini tetap dan tidak mungkin berubah. Sebab firman Tuhan memang tidak mungkin berubah. Prinsip apa yang terdapat dalam ayat di atas?
Rasa cukup atau rasa puas bersumber dari hati, bukan dari luar, bukan dari atau karena makanan dan pakaian. Bukan juga karena segala keperluannya telah terpenuhi atau telah memiliki banyak. Rasa cukup dan puas dalam hati inilah yang harus menyertai hidup dan ibadah orang percaya kepada Kristus. Rasa cukup yang membuat orang percaya hidupnya mudah bersyukur saat ada makanan dan pakaian. Saya percaya rasa cukup adalah sebuah sikap hati yang sangat indah dan berkenan di hadapan Tuhan.
Mengenai perasaan sukar untuk merasa cukup atau selalu merasa kurang, saya berpendapat itu adalah kombinasi dari watak manusia yang sudah jatuh dalam dosa, dengan tipu daya Iblis. Sejak kejatuhan manusia pertama, sifat kedagingan manusia dan tipu daya Iblis telah membuat kerusakan yang makin besar dalam karakter manusia. Perhatikanlah keadaan Adam dan Hawa ketika jatuh dalam dosa. Mereka sedang dalam keadaan serba berkelimpahan, tidak kurang suatu apa, termasuk penghargaan yang tinggi dari Allah yang mau turun ke taman itu untuk bersekutu dengan mereka. Tetapi tipu daya Iblis membuat mereka lupa akan semua kelimpahan dan kemurahan itu.
Mereka lupa bahwa sesungguhnya selama ini mereka dalam "kecukupan", terutama kecukupan yang datang dari persekutuan mereka yang intim dengan Tuhan sendiri. Tipu daya Iblis membuat semua kecukupan itu seolah-olah tidak ada harganya. Mereka menggunakan kehendak bebas mereka yang seharusnya mereka pakai untuk mengabdi kepada Tuhan dengan sepenuh hati justru untuk melawan firman-Nya, makan buah terlarang itu karena ingin "menjadi sama" dengan Pencipta mereka. Mereka merasa "tidak cukup" atau "tidak puas" dengan keberkatan secara jasmani dan rohani justru berpotensi untuk jatuh. Tentu jika mereka tidak waspada terhadap tipu muslihat si jahat. Alkitab menceritakan keberadaan mereka yang begitu terhormat di mata-Nya. Mereka tertipu!
Dari sini saya makin dapat memahami mengapa para pahlawan iman yaatat, banyak raja-raja Israel maupun Yehuda yang menjadi angkuh dan berubah setia ketika mereka kelimpahan berkat dan merasa kuat. Ternyata memang tidak mudah untuk "menangani kelimpahan berkat".
Kejatuhan Adam dan Hawa menyeret semua umat manusia. Mereka ikut tertipu! Sebagaimana manusia pertama tertipu sehingga merasa "tidak cukup" dengan semua kelimpahan yang mereka nikmati, semua manusia jatuh dalam dosa yang sama, selalu merasa tidak cukup. Maka seumur hidupnya pencarian terbesar dari sebagian besar manusia adalah rasa cukup. Bahkan banyak orang Kristen yang sudah lahir baru pun tetapi yang pikirannya belum diperbaharui seluruhnya, menjadikan ibadah mereka "alat" untuk mendapatkan keuntungan. Orang Kristen ini juga tertipu!
Sudah diberkati dengan istri yang cantik dan saleh masih menginginkan wanita yang lain. Sudah mendapatkan gaji yang lebih dari cukup masih saja merasa kurang. Ingin mendapatkan lebih dan lebih banyak lagi karena ingin memuaskan diri sendiri. Dari sinilah muncul benih ketamakan dan keserakahan.
Seseorang pernah mengatakan, "Ketamakan dan keserakahan bertumbuh mengikuti prinsip meningkatnya keinginan dan menurunnya kepuasan!" Tidak puas dengan apa yang ada sehingga gagal untuk mencukupkan diri dengan apa yang dia punyai. Manusia yang selalu merasa tidak cukup atau tidak puas akhirnya diperhamba oleh keserakahan dan segala keinginan yang tak pernah terpuaskan.
Rasa cukup dalam teks aslinya adalah "auterkeias" yang berarti self satisfaction (kepuasan pribadi).
Keserakahan dalam Alkitab sering dikatakan sebagai dosa utama (cardinal sin). Mengapa? Sebab keserakahan ini disamakan dengan dosa penyembahan berhala (Kolose 3:5). Kata berhala di sini diterjemahkan dari bahasa Inggris idolatry. Kata ini sebenarnya dari kata Yunani "edololatreia", yang berasal dari dua kata yang digabung, edolo yang berarti berhala dan latreia yang berarti berbakti. Jadi, menyembah berhala berarti berbakti kepada obyek lain di luar Tuhan. Ini adalah perzinahan atau percabulan rohani. Mari kita perhatikan perintah dan janji Tuhan di bawah ini:
Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: "Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau." Ibrani 13:5
Saya berpendapat, mencukupkan diri dengan apa yang ada padamu bukanlah sekedar istilah hitung-hitungan jumlah. Maksudnya, kalau gaji kita sebulan 4,5 juta dengan tiga anak yang sudah sekolah dan rumah masih mengontrak, mencukupkan diri dengan apa yang ada tanpa berhutang adalah sebuah perjuangan yang luar biasa bagi orang yang berdomisili di kota Jakarta. Bukan, ini bukan masalah hitung-hitungannya terlebih dahulu tetapi masalah sikap hati kita terlebih dahulu yang lebih penting. Kalau hatinya ada "rasa cukup" maka kita akan lebih mudah untuk mencukupkan diri dengan apa yang ada.
Menurut bapa gereja, Agustinus, ada empat jenis kasih karunia atau pekerjaan dari kasih karunia. Yang pertama, menarik orang untuk bisa percaya kepada Kristus. Kedua, menolong orang percaya bisa bekerja sama dengan Roh Kudus untuk mentaati firman Allah. Yang ketiga, menolong orang percaya kepada pengalaman bahwa Yesus saja cukup!
Nah, saya percaya melalui pekerjaan kasih karunia ini orang percaya akan lebih mudah merasa cukup dan merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya. Mudah untuk bersyukur dan tidak menginginkan hal-hal yang tidak perlu bagi hidupnya. Ia dapat beribadah dengan rasa cukup, sehingga ibadahnya akan mendatangkan keuntungan yang besar. Sekali lagi, jangan tertipu!
Rasa cukup dimulai dari hati, bukan karena semuanya telah cukup, tetapi merasa cukup karena kasih karunia Tuhan, yang menuntun dia mengalami terlebih dahulu, bahwa Yesus saja cukup bagi dia. Sungguh, hidup Kristus di dalam kita adalah sumber rasa cukup. (SiKY Jakarta 21 Feb 2020)
Artikel Terkait
- JANGAN TERLAMBAT
- MASIH MAU TERLAMBAT
- TELAT MULU
- BRING HEAVEN HOME
- MEMBANGUN SISTEM NILAI DALAM KELUARGA KITA