MY PARENTS IS MY MENTOR
Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Lukas 2:51a
Frasa “Ia (Yesus) tetap hidup dalam asuhan mereka (Yusuf dan Maria)”, kembali menarik perhatian saya untuk merenungkannya dan membuat catatan-catatan sebagai bahan untuk memperbaiki sikap saya, baik sebagai anak dan sebagai orang tua.
Sebelum menuliskan renungan saya akan frasa tersebut saya ingin menulis-kan terjemahan atau salinan Alkitab dari beberapa versi supaya kita punya perban-dingan atau pandangan yang lebih kaya tentang pernyataan dari frasa tersebut.
- Dalam salinan Firman Allah Yang Hidup :
"Kemudian Ia kembali ke Nazareth bersama-sama dengan mereka dan taat kepada mereka".
- Dalam salinan Terjemahan Lama :
“Maka pulanglah Ia sertanya, lalu tibalah di Nazareth; dan dituruti-Nya perintahnya (orang tuanya).”
- Dalam salinan Bahasa Indonesia Masa Kini :
“Kemudian Yesus pulang bersama mereka ke Nazareth, dan taat kepada mereka.”
- Dalam salinan Indonesia Modified Bible :
“Kemudian Dia pun pulang bersama mereka ke Nazareth, dan hidup taat dalam asuhan mereka.”
Dari beberapa salinan tersebut saya membuat kesimpulan dari Yesus yang hidup di bawah asuhan orang tuanya, yakni : Yesus rela memberi diri diasuh oleh Yusuf dan Maria dengan mentaati perintah dari orang tuanya. Bagi saya, ini perkara yang luar biasa, sebab Dia yang adalah Anak Allah sekaligus Anak Manusia rela di asuh oleh orang tua dengan kodrat manusia yang banyak kekurangan dan kelemahan.
Apakah yang dapat kita pelajari dari Yesus sebagai anak dan Yusuf serta Maria sebagai orang tua? Kita mulai dari orang tua terlebih dahulu.
1. Menjadi orang tua berarti menerima mandat dan tanggung jawab dari Allah sendiri.
Ini sesuatu yang sangat istimewa. Mandat dan tanggung jawab yang terpenting adalah mendidik anak-anak mereka untuk menjadi anak-anak ilahi. Anak-anak yang mengasihi Allah lebih dari segala sesuatu yang patut dikasihi serta menghormati orang tua sebagai orang pertama setelah Allah yang patut di hormati.
Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya. Mal.2:15
Sebagai catatan : jika orang tua ingin menghasilkan keturunan (anak-anak) ilahi, maka sebagai prasyaratnya adalah bahwa mereka harus setia kepada pasangan mereka.
2. Menjadi orang tua adalah sebuah kehormatan.
Kehormatan untuk mengasuh dan menuntun anak-anaknya untuk percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat mereka sehingga mereka memiliki hidup yang kekal. Kehormatan untuk menghantar jiwa anak-anaknya ke dalam kekekalan bersama-sama dengan Tuhan. Menjadikan anak-anaknya bagian dari orang-orang yang berbahagia karena akan berada di sorga untuk menyembah Tuhan selama-lamanya. Inilah hal terbaik dan terindah dari orang tua yang mendapatkan kehormatan untuk mewujudkannya dalam hidup anak-anak mereka.
3. Menjadi orang tua berarti menjadi pengasuh atau seorang mentor.
Pengasuh atau mentor atau pelatih kehidupan bagi anak-anaknya. Sebagai pelatih kehidupan orang tua perlu menjadi orang yang terhubung dengan Allah, sang Kehidupan yang kaya dengan rahmat dan hikmat untuk menuntun manusia hidup sesuai dengan kehendak dan rancangan-Nya.
Ini sebuah tugas yang berat karena dia mewakili anak-anaknya kepada Allah dan mewakili Allah untuk anak-anaknya. Menjadi seorang imam bagi anak-anak dan keluarganya sekaligus juga di hadapan Allah. Di sini saya punya keyakinan jika orang tua khususnya ayah, mengambil perannya sebagai imam dengan baik, maka ia akan dapat menjadi mentor yang baik bagi anak-anaknya. Sebab mereka yang mengambil tanggung jawab sebagai imam akan menerima arahan dari Tuhan sehingga ia juga dapat memberi arahan (berfungsi sebagai nabi) bagi anak-anaknya. Menjalankan tugasnya sebagai pengarah, penuntun bagi anak-anaknya sesuai dengan arahan dan tuntunan dari Tuhan sendiri.
Sekarang tentang hal menjadi seorang anak.
1. Menjadi anak adalah sebuah kehormatan dan kesempatan emas.
Pertama, sebuah kesempatan untuk hadir di dunia ini demi menggenapi misi Allah bagi kemuliaan Kerajaan-Nya. Anak-anak ada untuk bekerja sama dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya mendatangkan Kerajaan Allah dan kebenarannya di atas muka bumi ini.
Kedua, sebuah kehormatan untuk menyatakan kemenangan dan dominasi dari kebenaran firman Allah atas kerajaan kegelapan. Sebab kebenaran pada akhirnya pasti menang. Dan jika di dunia ini kebenaran ditegakkan, maka di sana akan tumbuh damai sejahtera di sana dan di mana ada damai sejahtera maka akan ada sukacita dan juga ketentraman.
Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya. Yesaya 32:17
2. Menjadi anak perlu dengan rendah hati di asuh oleh orang tua.
Menyadari bahwa menjadi anak adalah sebuah kehormatan dan kesempatan untuk menghadirkan Kerajaan Allah dan dominasi dari kebenaran firman-Nya maka pertama-tama seorang anak perlu menghormati orang tua mereka. Bagaimana cara menghormati orang tua? Dengan mentaati mereka dan menjadikan mereka pengasuh atau mentor kita.
Mentaati orang tua sebenarnya bukanlah sesuatu yang bersifat alamiah saja, atau terjadi dengan begitu saja, melainkan lebih pada sebuah keputusan pribadi dari seorang anak yang dilakukan secara sengaja dan dengan takut akan Allah.
Secara alamiah nampaknya mudah untuk menjadi taat dalam asuhan orang tua, tetapi kenyataan yang terjadi dan kita lihat di sekeliling kita tidaklah demikian. Banyak anak tidak mau taat diasuh oleh orang tua mereka. Mereka memberontak bahkan merendahkan orang tua yang dianggapnya “kuno” dan tidak memahami kehidupan anak muda. Di satu sisi memang seringkali pemberontakan anak dipicu oleh kesalahan orang tua. Tetapi, kepada anak-anak muda, saya ingin mengatakan, ”Di manakah terdapat orang tua yang sudah sempurna? ” Sebaliknya kepada para orang tua saya juga mau berkata, ”Belajarlah pada setiap saat untuk menjadi orang tua yang lebih baik dan lebih baik lagi!”
Pada saat catatan dokter Lukas mengenai Yesus hidup dalam asuhan “orang tua-Nya”, usia Yesus 12 tahun. Jika mengacu pada teori psikologi dari psikolog Erik Erikson maka Yesus sedang masuk dalam fase kelompok atau fase petualang kelompok. Fase di mana seorang anak sangat dipengaruhi oleh teman-teman di kelompoknya.
Ini fase yang sangat krusial bagi seorang anak. Jika dia tidak cukup dibekali di fase sebelumnya (fase keluarga, umur 0-11 tahun) dengan kebenaran dan hidup takut akan Allah maka ia akan sangat mudah dipengaruhi oleh budaya dari luar rumah yang berasal dari teman-temannya.
Catatan kecil ini saya buat untuk menjadi refleksi bagi kita semua, anak-anak dan orang tua. Anak-anak, jadikan orang tuamu yang mentormu, dan para orang tua, jadilah mentor yang baik bagi anak-anakmu.
Mulailah dari doa-doamu yang tidak berkeputusan kepada Allah untuk anak-anakmu. Akuilah bahwa kita sebenarnya sangat tidak mampu untuk menjadi orang tua seperti yang dikehendaki-Nya. Lalu, jangan berdiam diri, belajar lagi dan belajar lagi, dan jangan lupa untuk menemukan mentor bagi kita sendiri. Orang tua yang memberi diri dimentor akan diberi anugerah untuk menjadi mentor yang baik bagi anak-anaknya.
Sekali lagi, jika Yesus mempercayakan diri-Nya untuk diasuh oleh Yusuf dan Maria, maka tidak ada alasan untuk anak-anak memberi diri diasuh oleh orang tuanya. Oya, hampir lupa, papa saya, Obed Barahama, 88 tahun adalah mentor saya sampai saat ini. (SiKY, Danau Poso, Tentena, 29 November 2019)
Artikel Terkait
- YESUS DIBAWAH ASUHAN ORANG TUA
- LOVE NO EXPECTATION
- KASIH YANG TAK BERSYARAT
- MEMBANGUN GENERASI YANG BERSIH KELAKUANNYA
- MASA MUDA, MASA MENCARI TUHAN