Wajibkah kita Mengembalikan Persembahan Persepuluhan? (bag.1)

Jumat, 04 Maret 2016

administrator

Dibaca: 2348 kali

Oleh : Pdt. Theo R. Barahama

Terkadang ada semacam kebingungan menyangkut persembahan persepuluhan. Apakah wajib dilakukan atau tidak? Bahkan ada yang mengatakan bahwa per-sembahan persepuluhan itu bagian dari hukum Taurat yang sudah tidak berlaku lagi untuk umat Perjanjian Baru. Bagaimana menjelaskan hal-hal tersebut di atas?

Secara sederhana saya memberikan sekedar catatan atau ringkasan dimulai dengan apa maksud dari perkataan Tuhan Yesus menggenapi hukum Taurat dan hubungan orang percaya sekarang dengan hukum Taurat. Kemudian bagian mana dari hukum Taurat yang tidak pernah ditiadakan dan bagian mana yang sudah dihapuskan oleh korban Kristus di kayu salib.

Pada bagian akhir saya simpulkan adanya dua perbedaan pendapat yang sangat ekstrim tentang persembahan persepuluhan dan apa pendapat saya berdasarkan Kitab Suci yang saya pahami.

 

I. YESUS TIDAK MENIADAKAN HUKUM TAURAT TETAPI MENGGENAPINYA

"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” Mat.5:17

“menggenapinya” (Yun. Plerosai). Dalam AV : fullfil, be full, complete, end

Definisi : to make full, to fill up. Apakah maksudnya? Inilah pendapat Matthew Henry :

1. Untuk mematuhi perintah-perintah hukum Taurat, sebab Dia diutus untuk taat kepada hukum Taurat supaya dapat menebus kita yang juga takluk dan tidak sanggup melakukan seluruh hukum Taurat (Gal.4:4-5).

2. Untuk menggenapi janji-janji hukum Taurat dan nubuat para nabi yang semuanya bersaksi tentang diriNya. Pada hakekatnya, perjanjan anugerah di zaman sekarang sama dengan dahulu, dan Kristus adalah pengantaranya.

3. Untuk menggenapkan bayang-bayang hukum Taurat, dengan demikian (seperti yang diungkapkan uskup Tillotson), “Ia tidak meniadakan, melainkan menggenapi hukum upacara, dan menyatakan diri sebagai hakekat dari semua bayang-bayang itu.”

4. Untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang ada di dalamnya, sehingga dengan demikian melengkapi dan menyempurnakannya. Demikianlah tepatnya yang dimaksud dengan istilah plerosai.

5. Untuk melanjutkan rancangan yang sama. Lembaga-lembaga Kristen sama sekali tidak merintangi dan melawan apa yang menjadi rancangan utama agama Yahudi. Sebaliknya, mereka justru menjunjung tinggi rancangan itu. Injil adalah waktu pembaharuan (Ibr.9:10), bukan untuk mencabut hukum, melainkan untuk menambahkannya, dan oleh karena itu, meneguhkannya. (Tafsiran Matthew Henry, Injil Matius, hal.181-182)

 

BAGIAN MANA DALAM HUKUM TAURAT YANG SUDAH “DIGENAPI” DAN KITA TIDAK PERLU LAGI MELAKUKANNYA?

DUA BAGIAN HUKUM TAURAT :

1. Sepuluh Perintah Allah dan seluruh penjabarannya. Keluaran 20:1-17

2. Hukum Upacara, ritual ibadah dalam Kemah Suci, dan hari-hari raya serta hari Sabat, yang bersifat bayangan dari keselamatan yang akan datang. Kol.2:16-17; Ibrani 9:1-10; 10:1-10 

 

Dalam pengertian saya, hukum Taurat yang bersifat bayanganlah yang telah dihapuskan sama sekali atau tidak mengikat lagi, karena telah digantikan oleh korban tubuh Kristus yang tak bercacat.

Dan kemudian kata-Nya: "Sungguh, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu." Yang pertama Ia hapuskan, supaya menegakkan yang kedua.

Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. Ibrani 10:9-10

Buanglah ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru, sebab kamu memang tidak beragi. Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus. 1 Kor.5:7

 

II. HUBUNGAN ORANG PERCAYA PERJANJIAN BARU DENGAN HUKUM TAURAT

1. Orang percaya tidak boleh memandang hukum Taurat sebagai sistem perintah resmi yang perlu ditaati agar memperoleh  pengampunan dan keselamatan (Gal.2:16,19). Sebaliknya, hukum Taurat hendaknya dilihat sebagai panduan moral bagi mereka yang sudah selamat dan yang dengan menaatinya menunjukkan kehidupan Kristus yang ada di dalam diri mereka (Roma 6:15-22)

2. Iman kepada Kristus merupakan titik tolak untuk menggenapi hukum Taurat. Melalui iman kepada Kristus, Allah menjadi Bapa kita. Oleh karena itu ketaatan kita sebagai orang percaya bukan sekedar ketaatan kepada Allah sebagai Pemberi hukum yang berdaulat, namun lebih selaku anak kepada Bapanya (Gal.4:6). (Keterangan dari Matius 5:17, Alkitab Hidup Berkelimpahan, hal.1506) 

Renungan Terkait

Kembali ke atas